WELASASIHMEDIA.ID - Suatu hari Imam Syafi’i pernah mengadu kepada gurunya karena merasa sukar dalam menghafal ilmu pengetahuan. Maka gurunya, Imam waki’, menasihatinya agar mensucikan diri dengan meninggalkan kemaksiatan.
Beliau berpesan, bahwa ilmu pengetahuan adalah cahaya Allah dan cahaya Allah tidak akan menyinari hati orang yang berbuat maksiat. Setelah menjalankan pesan gurunya tersebut, tingkat pemahaman dan hafalan Imam Syafi’i meningkat luar biasa.
Bahkan, Imam Syafi’i bisa mengingat hampir seluruh huruf pada buku yang dibacanya atau seluruh perkataan pada ceramah yang didengarnya.
Kisah Imam Syafi’i itu sejatinya menginspirasi kita, bahwa smart generation itu adalah mereka yang dekat dengan Al-Quran. Sebab, Allah sendiri yang mengklaim bahwa Al-Quran hanya dapat tersentuh oleh orang-orang yang mensucikan diri.
Bertolak ukur pada kemampuan berserah diri, berpasrah hati, dan bersuci sanubari; generasi terbaik umat nabi Muhammad adalah para sahabat yang dekat dan cinta dengannya. Mereka berinteraksi dengan Rasulullah Saw, menerima wahyu (Al-Quran) dengan sepenuh jiwa, serta mengamalkannya.
Para sahabat memposisikan Al-Quran sebagai sumber utama bagi petunjuk arungan kehidupannya. Rasulullah adalah teladan yang membentuk generasi Qur’ani, generasi yang abadi tiada lekang oleh waktu dan tidak mengalami dekadansi.
Generasi Qurani adalah generasi cerdas multi dimensi. Kecerdasan seseorang tanpa landasan Al-Quran adalah kecerdasan semu. Kecerdasan yang mungkin sekali menuntun pada tindak kerusakan, kekerasan, dan mengaburkan kedamaian serta kebahagiaan orang lain dan dirinya.
Rasulullah Saw., bersabda, “Siapa yang mempelajari Al-Quran ketika masih muda, maka Al-Quran itu akan menyatu dengan daging dan darahnya. Siapa yang mempelajarinya ketika dewasa, sedangkan ilmu itu akan lepas darinya dan tidak melekat pada dirinya, maka ia akan mendapatkan pahala dua kali lipat,” (HR al-Baihaqi, ad-Dailami dan al-Hakim).